Background
Kegiatan ini merupakan manifestasi dari Paradigma Archipelago sebagaimana yang tertuang dalam pidato guru besar bidang geografi regional UGM yaitu Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. Penekanan cara pandang pembangunan di Indonesia sebagai Negara Kepulauan menjadi salah satu konteks utama, baik pada skala nasional, regional atau kawasan, sampai dengan pada skala mikro atau desa-desa di pulau-pulau kecil.
Ekspedisi ini direncanakan akan berjalan selama tujuh tahun yaitu mulai 2014 s/d 2020. Pada tahun 2016 ini, focus kegiatan dilakukan dengan topic mengembangkan konsep eco-village atau desa mandiri berkelanjutan di pulau-pulau kecil. Lokasi kegiatan ini berada di dua desa yaitu Desa Kawasi dan Desa Soligi di Pulau Obi Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Selain lokasi tersebut, tim juga melihat keterkaitan antar-wilayah dalam mewujudkan kemandirian desa, oleh sebab itu, kegiatan ini juga dilaksanakan pada Desa Laiwui sebagai pusat kegiatan di Kecamatan Obi, Kota Labuha sebagai ibu kota dari Kabupaten Halmahera Selatan, dan Kota Ternate sebagai pusat perekonomian dari Provinsi Maluku Utara.
2017
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring Edisi III (BPPB-Kemdikbud), konsep didefinisikan sebagai (1) rancangan atau buram surat ; (2) ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkret; (3) gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.
Dengan mengacu uraian panjang di atas, maka diperlukan suatu konsep strategi yang membingkai suatu ide atau gagasan yang menjadi landasan akal budi untuk memahami suatu upaya atau proses mewujudkan Poros Maritim Dunia dari perspektif Geografi. Konsep yang diajukan tersebut adalah GEOMARITIM. Kata ‘Geo’ merujuk pada cara pandang ‘Geografi’ atau pemaknaan geospasial (kata ‘Geografi’ diawali dengan huruf kapital yang menunjukkan ‘Geografi’ sebagai disiplin ilmu), sedangkan maritim merujuk pada SDA, budaya, upaya, serta kelembagaan dalam memanfaatkan lautan.
Indonesia sebagai negara kepulauan, di dalam perkembangannya potensi-potensi yang ada di Indonesia perlu dicermati melalaui analisis pembangunan wilayah sehingga solusi-solusi pembangunan dapat dikerjakan. Salah satu hal yang bisa didayagunakan untuk pembangunan yakni melalui peran masyarakat di dalam mengelola sumber-sumber lingkungan alam lokalnya. Indonesia yang telah mengalami proses budaya yang cukup panjang bisa menghadirkan kekuatan-kekuatan lokal yang memungkinkan bisa disulam secara nasional, menjadi sebuah sulaman nusantara yang luar biasa.
Indonesia terletak di suatu bentangan sangat luas, di antara Samudera Hindia dan Pasifik dan Benua Asia dan Australia. Kekuatannya terletak di kepulauan yang memiliki keragaman biodiversity sekaligus budaya dan landscape alamnya. Indonesia mengambil peran di dalam pembangunan kawasan yang memiliki geostrategi yang penting di Asia Tenggara dan sekaligus juga menjadi jembatan antara Asia dan Australia maupun Samudera Hindia dan Pasifik.
Peran Indonesia yang sangat penting perlu dipahami dengan cara pandang sebagai cara pandang Archipelago Paradigm: paradigma kepulauan yang berbeda dengan cara pandang kontinental. Selama ini banyak teori-teori pembangunan yang berkembang dari kontinental, seperti di Eropa, Amerika dan benua-benua besar. Karakter negara kepulauan Indonesia ini memiliki keunikan yang luar biasa, menjadi bagian penting dari Bhineka Ketunggalikaan.
Laman menara ilmu dengan topik Paradigma Pembangunan Negara Kepulauan (Archipelago) merupakan proses hilirasasi dari Paradigma Archipelago sebagaimana yang tertuang dalam pidato guru besar bidang geografi regional UGM yaitu Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. Paradigma tersebut menekankan pada cara pandang pembangunan di Indonesia sebagai Negara Kepulauan. Bukan hanya di Indonesia, paradigma ini sangat erat kaitannya dengan arah dan proses pembangunan yang terjadi di Negara-Negara Kepulauan khususnya di Asia Pasifik.